Cara Menghadapi Quarter Life Crisis Dengan 7 Kutipan Filsuf Stoikisme, Dijamin Manjur!

Cara Mengatasi Quarter Life Crisis
Menghadapi Quarter Life Crisis menggunakan Filosofi Stoikisme

Sering galau dengan makna dan tujuan hidup sendiri? Merasa harus mengejar banyak hal, tapi bingung mulai dari mana? Khawatir dengan masa depan dan ragu apakah setiap jalan yang diambil adalah yang terbaik? Atau semakin merasa tertinggal oleh teman sebaya yang sudah mencapai banyak hal keren di hidupnya? Jika iya, bisa jadi kita sedang mengalami Quarter Life Crisis. Lalu, bagaimana cara menghadapi Quarter Life Crisis tersebut?

Sebelum itu, Quarter Life Crisis atau Krisis Seperempat Abad telah menjadi suatu fenomena tersendiri bagi sebagian besar dewasa muda Indonesia di rentang usia 18-30 tahun. Bahkan, setelah Quarter Life Crisis, terdapat fase krisis lanjutan dalam kehidupan manusia, yaitu Mid-Life Crisis (usia 45-65 tahun) hingga Third-Quarter Life Crisis (usia 65 tahun ke atas).

Oleh karena itu, terdapat berbagai cara untuk menghadapi Quarter Life Crisis maupun fase-fase krisis lainnya dalam kehidupan manusia, salah satunya dengan menerapkan nilai-nilai dari Filosofi Stoikisme (Stoicism). Berdasarkan Buku ‘The Daily Stoic: 366 Meditations on Wisdom, Perseverance, and The Art of Living, stoikisme muncul untuk menjawab berbagai pertanyaan atau kebingungan manusia melalui 3 konsep disiplin penting: The Discipline of Perception, The Discipline of Action, dan The Discipline of Will.

Berdasarkan konsep tersebut, berikut terdapat 7 cara menghadapi Quarter Life Crisis berdasarkan Filosofi Stoikisme beserta kutipan para Filsuf. Yuk baca sampai akhir!

1. Mengontrol cara pandang atas segala hal yang terjadi di kehidupan kita

“Alam semesta selalu berubah; Hidup ini adalah opini. Ketika Anda merasa tertekan oleh hal-hal di luar diri Anda, maka pahamilah bahwa bukan hal tersebut yang mengusik Anda, tetapi justru penilaian Anda terhadap hal tersebut yang menyebabkannya. Dan Anda dapat menghilangkan tekanan tersebut pada saat ini juga dengan mengontrol persepsi Anda.”

Marcus Aurelius.

2. Memahami hal-hal yang dapat dan tidak dapat dikendalikan, dan fokus untuk berusaha mengoptimisasi hal yang dapat kita kendalikan tersebut

“Beberapa hal berada dalam kendali kita, sementara yang lain tidak. Kita dapat mengendalikan opini kita, pilihan kita, keinginan kita, keengganan kita, dan, dengan kata lain, semua perbuatan yang kita lakukan sendiri. Sementara, kita tidak dapat mengendalikan tubuh, properti, reputasi, jabatan, dan, dengan kata lain, segala sesuatu yang bukan buatan kita sendiri. Terlebih lagi, hal-hal yang berada dalam kendali kita pada dasarnya bebas dan tidak terhalang, sedangkan yang tidak berada dalam kendali kita bersifat lemah, memperbudak, dapat dihalangi, dan bukan milik kita.”

Epictetus.

3. Refleksikan seluruh isi kepala, ketakutan, harapan, dan apa yang sudah maupun yang perlu kita lakukan. Tumpahkan refleksi ini ke secarik kertas, evaluasi setiap poinnya, dan lakukan ritual ini setiap hari!

“Tanyakan pada diri Anda hal pertama berikut di pagi hari:
1. Apa kekurangan saya dalam mencapai kebebasan dari segala emosi negatif dalam diri saya?
2. Untuk apa ketenangan dalam hidup ini?
3. Aku ini apa? Apakah tubuh, pemilik harta, atau reputasi belaka? (Jawabannya) Tak satu pun dari hal-hal ini.
4. Lalu bagaimana (aku ini apa)? Makhluk rasional.
5. Lalu apa yang dituntut dari saya? (Renungkan tindakan-tindakan yang telah, sedang, dan perlu Anda lakukan).
6. Apa yang telah saya lakukan sehingga saya menjauhkan diri dari ketenangan?
7. Apa saja hal negatif yang telah saya lakukan, dimana hal tersebut tidak ramah, tidak bersosial, atau tidak pedulian?
8. Apa yang telah gagal saya lakukan dalam semua hal ini?”

Epictetus.

4. Konsisten untuk menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri, kapan pun dan dimana pun

“Ingatlah bahwa Anda adalah seorang aktor dalam sebuah drama, yang memainkan karakter sesuai dengan kehendak ‘Sang Penulis Drama’ — jika drama tersebut pendek, maka itu pendek; jika panjang, maka drama itu panjang. Jika ‘Dia’ ingin Anda berperan sebagai pengemis, maka mainkanlah karakter tersebut bahkan dengan sangat baik. Sama halnya jika karakter Anda adalah sebagai orang cacat, penguasa, atau pun orang biasa. Karena semua ini adalah tugas Anda untuk melakukan dengan baik karakter yang telah ditugaskan kepada Anda. Dan pemilihan karakter ini sudah ditentukan oleh ‘Sang Penulis Drama’.”

Epictetus.

5. Mempersiapkan diri untuk selalu siap menghadapi segala takdir yang akan menerpa, agar kita mampu melampauinya

“Biarkan takdir menemukan diri kita yang selalu siap dan aktif. Inilah jiwa-jiwa yang mulia — jiwa yang bersandar pada takdir. Sementara kebalikannya adalah jiwa yang lemah dan terpuruk, yang berjuang dengan kurang menghargai ketertiban dunia, dan selalu berusaha untuk memperbaiki kesalahan para dewa daripada kesalahan mereka sendiri.”

Seneca.

6. Menjadikan Segala Rintangan di Hidup Kita Sebagai Kesempatan Untuk Menemukan Jalan Hidup yang Lebih Baik

“Meskipun benar bahwa seseorang dapat menghalangi tindakan kita, mereka tidak dapat benar-benar menghalangi niat dan sikap kita, yang memiliki kekuatan untuk selalu menyesuaikan kondisi dan dapat beradaptasi. Hal ini karena pikiran kita dapat menyesuaikan dan mengubah rintangan apa pun menjadi sarana untuk mencapai tujuan kita. Apa yang menjadi penghalang kita untuk bertindak, seketika merubah tindakan kita menjadi lebih terdepan. Dengan kata lain, rintangan yang ada di jalan justru menjadi jalan itu sendiri.”

Marcus Aurelius.

7. Jangan Hanya Fokus Pada Hal Yang Kita Inginkan, Melainkan Selalu Bersyukur dan Menghargai Hal-hal yang Telah Kita Miliki Saat Ini

“Jangan memusatkan pikiran Anda pada hal-hal yang tidak Anda miliki seolah-olah itu telah menjadi milik Anda, tetapi hitunglah berkat-berkat yang sebenarnya telah Anda miliki dan pikirkan seberapa besar Anda menginginkannya jika itu belum menjadi milik Anda. Oleh karena itu, renungkanlah pada diri Anda sendiri: bahwa Anda tidak menghargai berkat-berkat ini sampai pada akhirnya baru menjadi masalah jika Anda harus kehilangannya.”

Marcus Aurelius.

Nah, dengan memahami dan mulai mengikuti 7 cara menghadapi Quarter Life Crisis berdasarkan kutipan para filsuf stoikisme di atas, semoga kita akan mampu melihat dan menjalani segala hal di hidup ini dengan lebih tenang dan positif, yaa!

Oh iya! Selain 7 kutipan para filsuf di atas, masih ada 359 kutipan bermakna lainnya yang dapat membantu kita dalam mengembangkan diri dan menentramkan jiwa, lho! Semua kutipan powerful beserta tafsirannya ini dapat Anda temukan dalam Buku ‘The Daily Stoic: 366 Meditations on Wisdom, Perseverance, and The Art of Living.

Baca juga : 3 Cara Mengatasi Insecure Dengan Mudah, 5 Cara Simple Supaya Hidup Jadi Mindful

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *