Gaza merupakan tanah kecil yang menampung sekitar 2,3 juta penduduk yang berada di bawah serangan militer besar-besaran Israel semenjak 7 Oktober 2023. Israel telah menjatuhkan 70.000 ton bom di Gaza, jumlah yang melampaui gabungan pengeboman di Dresden, Hamburg, dan London selama Perang Dunia II. Dan sebesar 191 ton bpmbs per kilometer persegi dijatuhkan di Gaza. Kekuatan bom ini begitu kuat, sehingga total daya ledaknya sekitar 4,6 kali lipat dari bom yang dijatuhkan di Hiroshima pada Perang Dunia II. Situasi tersebut menyebabkan Gaza mengalami krisis saat ini, tercatat pada tanggal 10 Juni 2024, tingkat kematian di Gaza sudah melebihi 37.000 kasus (Sumber: Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza). Bukan hanya serangan bom yang mengancam kehidupan penduduk Gaza, krisis makanan, air bersih, tempat tinggal yang layak kian menipis seiring serangan militer yang terjadi di tanah mereka.
Akibat dari Genosida yang tak kunjung berhenti ini, berikut beberapa krisis yang dihadapi oleh penduduk Gaza saat ini:
Krisis Zona Aman pada Gaza
Terhitung dari 7 Oktober 2023 hingga hari ini, sudah memasuki hari ke 259 Genosida terjadi di tanah Palestina. Berdasarkan klaim UNRWA dari 1.4 juta pengungsi di rafah kini hanya 65.000 pengungsi yang masih bertahan, bertahan dari serangan Israel yang kian mendesak mereka. Tidak hanya bangungan yang dijatuhi bom namun tenda tempat mereka mengungsi juga hangus terbakar oleh ledakan bom Militer Israel. Tempat yang dikatakan aman oleh Israel untuk mengungsi malah menjadi perangkap bagi nafas terakhir penduduk Palestina.
Krisis Pangan pada Gaza
Tidak cukup dengan serangan bom, Palestina mengalami krisis pangan. Penyaluran stok pangan yang ditahan oleh agresi Israel diperbatasan masuk jalur Gaza menyebabkan stok pangan kianmenipis dari hari ke hari. Banyak anak-anak yang mangaami malnutrisi hingga tidak sedikit dari mereka yang meninggal diakibatkan tubuh yang hanya bersisakan tulang tidak mampu untuk bertahan hidup. Lebih dari 8.000 anak-anak didiagnosis kekurangan gizi akut, termasuk 1.600 anak-anak dengan kondisi paling berbahaya (Sumber: Direktur Jenderal WHO)
Warga sipil Gaza harus berjuang setiap hari untuk mendapatkan kebutuhan pokok termasuk air untuk minum, memasak dan mencuci. Bahkan ketika mereka berhasil menemukan air, seringkali air tersebut berasal dari sumber yang sudah tercemar dan sangat terkontaminasi. Sejauh ini, kekurangan gizi dan dehidrasi telah merenggut nyawa 37 orang di Gaza karena pembatasan ketat Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang dapat masuk ke wilayah Gaza, menurut kantor berita resmi Palestina Wafa.
Krisis Lingkungan di Gaza
Lebih dari 60% rumah di Gaza kini hancur menjadi tumpukan puing-puing. 39 juta ton reruntuhan dan puing bangunan menumpuk di sekitar Gaza, beberapa terkontaminasi dengan persenjataan yang belum meledak dan zat berbahaya seperti asbes dan sisa-sisa jasad masih banyak terkubur di bawah reruntuhan. Belum lagi genangan air kumuh disepinggir jalan yang sudah membaur dengan darah di setiap sudut jalan palestina, hal tersebut dapat menyebabkan lingkungan yang tidak layak untuk ditempati atau bahkan dapat menyebabkan gejala bakteri lainnya bagi penduduk sekitas Gaza.
Krisis Tenaga Medis di Gaza
Rumah Sakit tidak terkecuali menjadi target penyerangan militer Israel, setidaknya 700 tenaga medis telah terbunuh sejak awal serangan Genosida ini. Pengepungan Gaza yang dilakukan Israel selama berbulan-bulan telah menghancurkan atau membuat sebagian besar rumah sakit tidak dapat beroperasi. Dengan tingkat korban yang meningkat tiap hari nya serta keterbatasan sarana medis membuat Rumah Sakit di Gaza tidak beroperasi secara optimal. Lalu kini Rumah Sakit tersebut yang menampung warga Gaza beserta pasien yang butuh penanganan medis malah kerap menjadi target pengeboman oleh Militer Israel.
Militer Israel kerap melanggar aturan perang, dimana Rumah Sakit seharusnya tetap dilindungi dalam keadaan apapun. Namun dengan berbagai dalih Militer Israel tetap berhasil lolos di mata hukum dunia, tanpa mendapat sanksi apapun atas kekejaman yang telah meraka perbuat di tanah Gaza.
Krisis Pasca Trauma yang Dihadapi Warga Gaza
Melihat bagaimana Militer Israel juga melakukan penyalahkuasaan dalam menyiksa tawanan palestina, banyak diantara tawanan yang dibebaskan mengalami gangguan berat pada psikis mereka. Siksaan demi siksaan yang tidak manusiawi kerap dirasakan oleh penduduk Gaza yang ditahan oleh Militer Israel, tidak terkecuali lansia dan anak-anak. Lalu bagaimana dengan anak-anak yang sudah menyaksikan secara langsung kekejaman brutal di depan mata mereka sendiri. Tubuh yang berceceran di tepi jalan, aroma busuk jasad yang telah hangus terbakar, belulang-belulang tengkorak, pengeboman yang tiada henti tentunya itu tidak mudah diterima oleh mata untuk disaksikan secara langsung, baik oleh orang dewasa maupun anak-anak.
Kejadian horor yang melebihi film manapun ini, membuat fikiran dan psikis kita susah untuk menelaah kekejaman yang terjadi di tanah Palestina saat ini. Dan tentunya krisis HAM, hak akan kehidupan yang layak, hak akan tanah mereka, hak akan suara melawan penjajahan ini kian direnggut dari penduduk Gaza. Oleh sebab itu, penting untuk kita melakukan segala cara untuk menyuarakan hak warga Palestina agar dapat dipulihkan dan Genosida ini dapat segera berakhir. Mulai dari aktif mengikuti perkembangan Genosida yang sedang terjadi di Gaza saat ini, melalui berbagai banyak halaman situs. Kita dapat tetap mengakses berita maupun kejadian yang terjadi di tanah Gaza, misal pada halaman berita aljazeera maupun pada halaman instagram eyes.on.palestine. Setelah kita paham akan situasi krisis yang dialami warga Gaza, maka kita dapat vokal dalam menyuarakan keadilan. Juga tindakan lainnya yang dapat kita lakukan ialah mengikuti langkah Boycott, Divestment, Sanctions (BDS). Menurut laman BDSMovement, kegiatan boikot ini bertujuan untuk mendesak tindakan untuk menekan Israel agar mematuhi hukum internasional.