Menjadi Anak Tunggal itu sebagai Keajaiban atau Kesialan? Mayoritas orang beranggapan bahwa Anak Tunggal adalah anak kesayangan yang memiliki kunci akses VIP untuk menuju kehidupan sejahtera. Hal ini dikarenakan mereka biasanya memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih tinggi dibanding anak lainnya. Mulai dari segi kesehatan, pendidikan, afeksi, dan lain-lain.
Namun, ternyata menjadi Anak Semata Wayang juga tidak semudah yang dibayangkan loh. Berikut ini adalah tantangan terbesar bagi Anak Tunggal :
Kesepian dan rentan stress
Tentunya semua orang pernah merasakan sepi. Namun perasaan kosong yang dirasakan anak tunggal ini jelas berbeda dari kebanyakan orang. Meskipun sebenarnya Orang Tua bisa menjadi teman cerita, namun tidak semua anak bisa se-terbuka itu dengan Ayah atau Ibunya. Apalagi adanya kekhawatiran akan pertentangan pola pikir karena tidak semua Orang Tua bisa bersikap demokratis. Sehingga ini bisa menjadi salah satu faktor kenapa mereka cenderung tertutup dan akhirnya merasa tertekan, karena terlalu sering memendam sendirian.
Menjadi jembatan bagi kedua belah pihak
Pastinya dalam kehidupan, kita tak hanya mengenal perasaan bahagia namun juga perasaan duka. Ketika konflik keluarga terjadi, Anak Tunggal perlu berusaha keras menjadi penengah bagi Ayah dan Ibunya. Hal ini menjadi sesuatu yang cukup berat untuk dijalani oleh Anak Tunggal. Karena selain tak punya saudara untuk berbagi cerita, ia bahkan juga harus memilih antara pihak Ayah atau Ibunya, jika masalahnya tak kunjung selesai dan menjadi fatal. Duh!
Harus sukses, jangan gagal
“Jika bukan aku? Siapa lagi?”
Berbeda dengan Anak Sulung, Tengah dan Bungsu. Karena jika salah satu dari mereka tidak sukses, mereka masih memiliki saudara lainnya untuk bertumpu. Namun, hal ini tidak mungkin bisa dirasakan oleh Anak Tunggal. Selain itu Anak Tunggal memang sudah terbiasa untuk memiliki pola pikir yang lebih maju dibanding anak lainnya, karena ia memiliki kesadaran besar untuk bertanggung jawab untuk hidup Ayah dan Ibunya.
Tidak memiliki kebebasan.
“Kalau kamu pergi jauh, siapa yang akan mengurus Ayah dan Ibu nak?”
Ketika Anak Tunggal menjadi dewasa, ia akan sering dihadapkan antara ingin mengejar masa depan setinggi-tingginya atau menjaga orang tuanya seumur hidup. Meskipun memang ia bisa menunda pendidikan atau pekerjaaan impiannya, namun waktu dan kesempatan emas tidak selalu datang 2x, bukan? Karena hal ini, Anak Tunggal cenderung menenggelamkan apa yang sebenarnya ia inginkan. Menariknya, penulis juga menemukan cuitan dari Anak Tunggal mengenai kisahnya disini : https://magdalene.co/story/dilema-anak-tunggal-mengurus-orang-tua-atau-jadi-malin-kundang , dimana ia juga merasa tidak punya pilihan untuk melangkah bebas menentukan arah kehidupannya.
Ketika berumah tangga, Orang Tua juga ikut
Siapa anak yang tega untuk membiarkan Orang Tua yang sudah jompo dan rentan untuk mengurus dirinya sendirian? Mau atau tidak mau, Anak Tunggal memang sudah memiliki kewajiban untuk membawa Orang Tuanya, untuk tinggal bersamanya kelak. Mungkin nasibnya akan sedikit berbeda, jika Orang Tuanya masih sehat dan memiliki kondisi finansial yang baik. Namun, tetap saja, Anak Tunggal tidak memiliki opsi untuk menolak hal ini, karena Orang Tua menjadi tanggungannya juga.
Kembali lagi, artikel ini dibuat bukan untuk menjatuhkan atau beradu nasib dengan beberapa pihak. Namun lebih diharapkan ini bisa menjadi referensi yang bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya Orang Tua. Salam Anak Tunggal!
References :
https://www.idntimes.com/life/family/latifah-3/5-fakta-anak-tunggal-ini-bakal-membuka-pikiranmu-c1c2