Di zaman yang serba cepat ini, strategi marketing menjadi faktor krusial dalam mengembangkan sebuah bisnis. Kehadiran konsep digital marketing seolah menjadi pemacu para pelaku usaha menjangkau pelanggan-pelanggan baru. Salah satu hal yang menarik dari konsep digital marketing adalah pemanfaatan social media untuk menyediakan suatu interaksi dengan konsumen atau biasa disebut dengan social media marketing. Secara teori, suatu materi yang didistribusikan melalui ekosistem Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube bergantung pada kualitas konten yang dibuat. Namun dalam prakteknya, konten marketing seperti apa yang berhasil mengikat user? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan mengambil contoh kasus Burger King.
Konten Viral Yang Kontroversial
Kesuksean Burger King dalam menjalankan strategi digital marketing tidak lepas dari keberanian mereka untuk membuat konten-konten yang unik dan memukai. Terciptanya ide-ide kreatif tersebut didukung oleh kemampuan berpikir out of the box yang luar biasa. Tidak jarang campaing-campaign yang dihasilkan oleh Burger King memiliki tingkat engagement yang cukup tinggi. Menariknya, pencapaian itu justru didapatkan oleh postingan yang mengundang banyak perdebatan. Sebagai contoh, twit yang dibuat oleh akun twitter Burger King.
Tulisan pertama yang dimuat pada akun twitter Burger King tanggal 8 Maret 2021, berhasil menarik banyak perhatian warga net dengan 150 ribu Retweet dan lebih dari 600 ribu like. Jika dilihat sepintas, kalimat tersebut dapat memicu perdebatan panjang khususnya bagi kaum wanita mengingat hari itu merupakan Hari Perempuan International. Perusahaan penyedia makanan cepat saji tersebut memulai sebuah statement dengan “Wanita seharusnya berada di dapur”. Kemudian diikuti dengan bagian selanjutnya yang berupa sebuah penjelasan bahwa hanya 20% dari koki adalah wanita dan mereka memiliki misi untuk mewujudkan mimpi karyawan-karyawan perempuan yang bekerja disana.
Analisa Dibalik Fakta dan Data
Apabila masyarakat hanya melihat tulisan yang pertama, banyak anggapan yang akan muncul bahwa Burger King bukan menjadi perusahaan yang mendukung gerakan penyetaraan gender dalam industri kuliner. Akan tetapi, dengan membaca klarifikasi lanjutan, hadir suatu kesan baru yang dapat menanamkan sebuah persepsi bahwa waralaba burger ini memiliki misi sosial yang sangat mulia. Pandangan setelah itu dapat memberikan sebuah brand value yang tinggi sehingga akan lahir banyak evangelist yang secara sukarela merekomendasikan Burger King karena memiliki nilai yang dirasa sesuai dengan norma yang mereka anut.
Terlepas dari dihapusnya postingan tersebut karena dianggap melahirkan debat yang tidak berujung, secara fakta apa yang telah dihasilkan oleh momen tersebut berhasil menarik banyak perhatian dan memberikan exposure yang sangat luas. Data yang diambil dari socialblade menunjukan peningkatan jumlah follower twitter selama 3 hari terhitung dari tanggal 8 Maret 2021 hingga tanggal 10 Maret 2021. Rata-rata dalam sehari, akun tersebut berhasil mendapatkan setidaknya 700 hingga 800 follower baru. Hal yang mencengangkan adalah kenaikan jumlah follower baru hingga 5 kali lipat setelah tulisan tersebut diterbitkan.
Membentuk Citra Lewat Cerita
Jika ingin mempromosikan diri lewat social media, dibutuhkan sebuah pemahaman mendasar menganai aturan inti dari mengapa social media dibentuk. Alasannya sangat sederhana, yaitu untuk bersosialisasi. Hukum dasar ini yang dipakai oleh Burger King untuk membuat sebuah personal brand perusahaan bahwa mereka hadir kedalam masyarakat dengan terlibat dalam norma-norma yang mereka yakini. Agar tampil menonjol, tidak jarang strategi pemasaran yang mereka buat memposisikan mereka seperti orang yang jahat.
Sering kali apa yang Burger King lakukan mendapat sorotan langsung bahkan dari kompetitor. Singkatnya, mereka membuat pemasaran lewat social media lebih menyenangkan. Masyarakat dibiarkan untuk terlibat dalam alur yang mereka ciptakan. Hal ini sesuai dengan perkataan Profesor Gerald Zaltman bahwa 95% keputusan pembelian secara tidak sadar didorong oleh perasaan dibandingkan dengan akal. Pada akhirnya, setia itu timbul karena cinta. Cinta datang karena rasa, dan rasa tumbuh karena adanya cerita.
Brand it is not what you say it is, It is what they say it is.
MARTY NEUMEIER