Pemerintah tengah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung dengan kapasitas 145 MW berlokasi di Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Tahukah kamu? Dengan kapasitas tersebut, PLTS terapung ini akan menjadi yang terbesar se-Asia Tenggara loh!
PT PLN (Persero) menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata dengan perusahaan Uni Emirat Arab (UEA) Masdar.
Pembangunan PLTS terapung Cirata akan dilakukan anak usaha PLN Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dengan 51% Dan Masdar 49%. Listrik dari PLTS yang dibangun di atas permukaan air Waduk Cirata ini dipatok USD 5,8 cents per Kilo Watt hour (KWh). (source: ebtke.esdm.go.id)
Baca: PLTS Terapung Cirata Rp 2,1 T Bakal Serap Produk Lokal 40%
Pemanfaatan Waduk untuk Pembangunan PLTS Terapung
Pembangunan PLTS terapung di Indonesia sejalan dengan adanya Peraturan Menteri PUPR No.6/2020 yang merupakan perubahan dari Permen PUPR No.27/PRT/M/2015 tentang bendungan. Peraturan pemerintah ini merupakan bentuk dukungan dari pemerintah untuk pembangunan/pengembangan pembangkit listrik tenaga surya berskala besar di Indonesia. Peraturan tersebut berupa pemanfaatan ruang pada daerah genangan waduk yang diperbolehkan untuk beberapa kegiatan diantaranya pariwisata, olahraga, budidaya perikanan, dan PLTS terapung. Pemanfaatan waduk memiliki sejumlah prasyarat yang harus diperhatikan, yaitu:
- Keamanan bendungan
- Fungsi waduk
- Kondisi sosial
- Ekonomi
- Budaya daerah
- Daya rusak air
Pemanfaatan atau pembangunan area waduk tidak dilakukan sembarangan loh! Hal ini harus berdasarkan izin dari pemerintah seperti menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya serta harus mendapat rekomendasi dari pelaksana teknis sumber daya air pada wilayah yang bersangkutan. Berdasarkan peraturan yang ada, pemanfaatan genangan waduk untuk PLTS terapung hanya sebesar 5% dari luas permukaan genangan waduk pada muka air normal.
Baca: PLTS Terapung Terbesar di Asia Tenggara Siap Dikembangkan
PLTS Cirata dibangun oleh konsorsium PT. Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) Investasi – anak usaha PT PJB dan perusahaan energi asal Uni Emirat Arab, Masdar. Investasi yang digelontorkan dalam proyek PLTS terapung Cirata tersebut mencapai US$ 129 juta atau setara Rp 1,7 triliun, yang ditandatangani pada 12 Januari 2020 di Abu Dhabi. Harga jual listrik yang disepakati dengan PLN adalah US$ 0,0582 per kWh. (source: ebtke.esdm.go.id)
Kapasitas PLTS terapung Cirata adalah 145 MWp menggunakan 240 hektar dari luasan waduk. PLTS Cirata diprediksi menjadi PLTS terapung terbesar se-Asia Tenggara, setelah PLTS Cadiz Solar sebesar 132,5 MWp yang terpasang di Filipina. Bila PLTS terapung dikembangkan secara masif di Indonesia, maka industri panel surya dalam negeri juga diharapkan tumbuh secara signifikan. Peraturan Pemerintah No.6/2020 tentang bangunan dan instalasi laut, yang mengatur jenis bangunan dan instalasi PLTS Terapung, pembangkit listrik tenaga gelombang laut, bayu, dan lainnya juga akan menarik minat investor karena regulasi tersebut mengatur pemanfaatan ruang pada daerah genangan waduk. Kebijakan yang tepat dan lebih jelas dari pemerintah akan membuat investor semakin yakin dalam berinvestasi karena mereka akan mampu memproyeksikan bisnis mereka di tahun-tahun mendatang. Keyakinan investor dalam industri FPV tentu akan menciptakan daya saing pasar sehingga harga energi surya per kWh akan semakin rendah.
Baca: PLTS Terapung Cirata ditargetkan beroperasi komersial pada November 2022